Suara ‘Emak-emak’ Tingkatkan Popularitas Prabowo-Sandi
Pojok Warta. Tim suksesPrabowo Subianto-Sandiaga Uno menuju Pilpres 2019,terus menggaungkan suara emak-emak.
Prabowo-Sandi memilih diksi ‘emak-emak’ menurut pengamat Politik CSIS Arya Fernandes, hal ini karena akan lebih memorable. Emak-emak akan lebih mudah diingat orang.
“Terkait ’emak-emak’ tersebut, ini soal pemilihan diksi yang memorable. yang mudah diingat oleh orang, meskipun message-nya belum ada,” ujar Arya.
Menurut Arya, selain memorable alasan lain dari digencarkannya politik emak-emak adalah untuk merebut suara perempuan itu sendiri. Sebab, pada segmen pemilih perempuan, adalah segmen penting dan strategis dalam kampanye.
“Ini kan dia baru sekedar perhatian pada emak-emak kan ya, dan tim kampanye Prabowo-Sandi juga masih ini biar diksinya nyebar dulu ke masyarakat. Setelah diksinya nyebar baru mereka masuk ke isu-isu atau pesan kepedulian terhadap perempuan, atau ekonomi. Nah ini satu cara Sandi agar mendapat perhatian dari perempuan. Ini jadi salah satu cara menarik perhatian pemilih perempuan. Kan besar kan sekitar 50 persen,” tuturnya.
Efektifnya suara pemilih perempuan , dikatakan oleh Arya telah terbukti pada Pilpres 2004. Kala itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dapat merebut suara kalangan perempuan dan mengalahkan Megawati Soekarnoputri
“Kalau kita lihat pemilu di 2004, itu SBY kemenangannya bagaimana dia bisa dominan di pemilih perempuan, jadi gap suara SBY dengan Megawati di 2004 itu, gap suaranya kan cukup tinggi di pemilih perempuannya. Nah, Sandi saya kira juga memulai kampanye dengan emak-emak itu juga ingin merebut suara perempuan ke dirinya,” kata Arya.
Arya juga menilai bahwa suara emak-emak yang masih digaungkan ini telah terlihat efeknya. Banyak orang yang mulai membincangkan ‘emak-emak’ dan menjadi viral.
“Sebagai awal itu mulai diperbincangkan banyak orang kan, mulai menjadi viral gitu. Tinggal kontennya diperkuat. Emak-emak itu apanya yang mau difokuskan. Untuk level awal untuk menyita perhatian banyak orang, diperbincangkan, dia sudah mendapat efeknya,” ungkapnya.
Selain itu, keberhasilan suara emak-emak ini juga dinilai telah mencuri perhatian masyarakat, dan hal tersebut berimbas pada tingkat popularitas Prabowo-Sandi. Dan hal ini, yang saat ini oleh pesaingnya Jokowi-Ma’ruf Amin susah untuk diimbangi.
“Saya lihat dari sejak deklarasi dari sisi merebut perhatian, dengan mulai diperbincangkan, fokus orang mulai berubah. Saya lihat posisi Prabowo-Sandi lebih mampu merebut atensi orang dalam minggu ini, mereka juga lebih terlihat fokus di isu ekonomi dengan emak-emak itu,” kata Arya.
“Sementara Jokowi mereka masih sibuk dalam proses, atau mereka beda strategi ya. Kalau Sandi sudah mulai fokus dengan narasi kampanye ya, sedangkan Jokowi siapkan dulu infrastrukturnya baru mereka masuk ke isu. Jokowi-Ma’ruf itu sekarang juga lebih sibuk mencari pembenar kenapa memilih Ma’ruf bukan Mahfud. Mereka masih sibuk mencari alasan yang tepat, sedangkan Prabowo-Sandi sudah berbicara isu. Kalau seminggu ini sih lebih ngetren emak-emak daripada Jokowi,” lanjutnya.
Prabowo-Sandi memilih diksi ‘emak-emak’ menurut pengamat Politik CSIS Arya Fernandes, hal ini karena akan lebih memorable. Emak-emak akan lebih mudah diingat orang.
“Terkait ’emak-emak’ tersebut, ini soal pemilihan diksi yang memorable. yang mudah diingat oleh orang, meskipun message-nya belum ada,” ujar Arya.
Menurut Arya, selain memorable alasan lain dari digencarkannya politik emak-emak adalah untuk merebut suara perempuan itu sendiri. Sebab, pada segmen pemilih perempuan, adalah segmen penting dan strategis dalam kampanye.
“Ini kan dia baru sekedar perhatian pada emak-emak kan ya, dan tim kampanye Prabowo-Sandi juga masih ini biar diksinya nyebar dulu ke masyarakat. Setelah diksinya nyebar baru mereka masuk ke isu-isu atau pesan kepedulian terhadap perempuan, atau ekonomi. Nah ini satu cara Sandi agar mendapat perhatian dari perempuan. Ini jadi salah satu cara menarik perhatian pemilih perempuan. Kan besar kan sekitar 50 persen,” tuturnya.
Efektifnya suara pemilih perempuan , dikatakan oleh Arya telah terbukti pada Pilpres 2004. Kala itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dapat merebut suara kalangan perempuan dan mengalahkan Megawati Soekarnoputri
“Kalau kita lihat pemilu di 2004, itu SBY kemenangannya bagaimana dia bisa dominan di pemilih perempuan, jadi gap suara SBY dengan Megawati di 2004 itu, gap suaranya kan cukup tinggi di pemilih perempuannya. Nah, Sandi saya kira juga memulai kampanye dengan emak-emak itu juga ingin merebut suara perempuan ke dirinya,” kata Arya.
Arya juga menilai bahwa suara emak-emak yang masih digaungkan ini telah terlihat efeknya. Banyak orang yang mulai membincangkan ‘emak-emak’ dan menjadi viral.
“Sebagai awal itu mulai diperbincangkan banyak orang kan, mulai menjadi viral gitu. Tinggal kontennya diperkuat. Emak-emak itu apanya yang mau difokuskan. Untuk level awal untuk menyita perhatian banyak orang, diperbincangkan, dia sudah mendapat efeknya,” ungkapnya.
Selain itu, keberhasilan suara emak-emak ini juga dinilai telah mencuri perhatian masyarakat, dan hal tersebut berimbas pada tingkat popularitas Prabowo-Sandi. Dan hal ini, yang saat ini oleh pesaingnya Jokowi-Ma’ruf Amin susah untuk diimbangi.
“Saya lihat dari sejak deklarasi dari sisi merebut perhatian, dengan mulai diperbincangkan, fokus orang mulai berubah. Saya lihat posisi Prabowo-Sandi lebih mampu merebut atensi orang dalam minggu ini, mereka juga lebih terlihat fokus di isu ekonomi dengan emak-emak itu,” kata Arya.
“Sementara Jokowi mereka masih sibuk dalam proses, atau mereka beda strategi ya. Kalau Sandi sudah mulai fokus dengan narasi kampanye ya, sedangkan Jokowi siapkan dulu infrastrukturnya baru mereka masuk ke isu. Jokowi-Ma’ruf itu sekarang juga lebih sibuk mencari pembenar kenapa memilih Ma’ruf bukan Mahfud. Mereka masih sibuk mencari alasan yang tepat, sedangkan Prabowo-Sandi sudah berbicara isu. Kalau seminggu ini sih lebih ngetren emak-emak daripada Jokowi,” lanjutnya.
Comments
Post a Comment